Konsep Kendaraan Hibrida Ramah Lingkungan Berbasis Fuel Cell dan Solar Cell

Perkembangan jumlah penduduk dunia yang sangat pesat telah memaksa penggunaan energi dalam jumlah besar guna melestarikan kelangsungan hidup manusia tersebut. Saat ini sumber energi yang paling banyak digunakan adalah minyak bumi dan bahan bakar mineral lainnya seperti gas bumi dan batu bara, pengguanaan bahan-bahan tersebut sebagai sumber energi telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan diantaranya polusi udara semakin meningkat, gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global serta permasalahan lain yang mengarah pada kelangkaan bahan bakar akibat sumber energi tersebut bersifat tidak dapat diperbaharui.

Penggunaan air sebagai bahan bakar diharapkan dapat mengatasi permaslahan tersebut, selain terdapat melimpah di bumi juga emisi buangan dari kendaraan berbahan bakar air tidak menimbulkan permasalahan lingkungan seperti yang ditimbulkan bahan bakar fosil. Kendaraan dengan sistem solar cell dan fuel cell merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut, dimana air dapat langsung dikonversi menjadi hidrogen dan oksigen yang selanjutnya dialirkan ke sistem fuel cell untuk menghasilkan listrik untuk menggerakkan kendaraan. Salah satu keunggulan dari kendaraan jenis ini adalah tidak perlu menggunakan sistem penyimpan hidrogen sehingga harga produksi kendaraan ini akan lebih murah.

Fuel Cell

Fuel cell merupakan alat konversi energi elektrokimia yang akan mengubah hidrogen dan oksigen menjadi air, secara bersamaan menghasilkan energi listrik dan panas dalam prosesnya sistem elektrokimia (Booth, 1993). Struktur dari divais fuel cell terdiri dari sebuah lapisan elektrolit yang bergubungan dengan anoda dan katoda berpori pada kedua sisinya. Skema dari sistem fuel cell lengkap dengan reaktan, produk dan ion yang mengalir melalui elektrolit disajikan pada gambar 1.



Gambar 1. skema sistem fuel cell individu

Pada fuel cell, gas hidrogen sebagai bahan bakar berinteraksi terus menerus dengan anoda sebagai elektroda negatif dan oksigen terkonsumsi pada katoda sebagai elektroda positif. Reaksi elektrokimia terjadi pada kedua elektroda menghasilkan arus listrik. Karakteristik dan komponen fuel cell sendiri mirip dengan baterai pada umumnya, hanya terdapat perbedaan pada beberapa bagian. Baterai merupakan divais penyimpan energi, jumlah energi maksimum yang terkandung dalam baterai tergantung pada seberapa besar baterai tersebut dapat menampung senyawa kimia sebagai reaktan, energi listrik akan dihasilkan ketika reaktan terkonsumsi (discharged). Beberapa jenis baterai, reaktan dapat diregenerasi dengan dengan pengisisan ulang (recharging) dengan menggunakan energi dari sumber lain. Di sisi lain, fuel cell merupakan divais pengkonversi energi, dimana energi listrik akan terus dihasilkan selama masih terdapat suplai bahan bakar pada elektroda (Jacoby, 2003).

Saat ini di negara-negara maju sudah dikembangkan kendaraan berbasis fuel cell, dimana kendaraan tersebut tidak mengimisikan CO2 dan gas-gas berbahaya lainnya tetapi hanya mengemisikan uap air yang sama sekali tidak berbahaya bagi lingkungan.

Dye Sensitizer Solar Cell (DSSC)

Konversi energi matahari menjadi energi listrik dilakukan dengan menerapkan sistem fotovoltaik. Dewasa ini, perkembangan solar cell dengan menggunakan divais semikonduktor sudah demikian pesat. Secara sederhana solar cell fotovoltaik terdiri dari persambungan bahan semikonduktor bertipe p dan n (p-n junction semiconductor) yang jika tertimpa sinar matahari akan menghasilkan aliran elektron atau yang disebut dengan aliran listrik.

Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) merupakan solar cell generasi ketiga setelah solar cell berbasis silikon dan solar cell berbasis semikonduktor polikristalin sebagai pendahulunya. Pada solar cell konvensional, foton atau sinar matahari berinteraksi dengan semikonduktor yang kemudian menghasilkan listrik. Sedangkan pada DSSC, dye (zat warna) yang ditempatkan pada permukaan semikonduktor yang berinteraksi dengan foton sebagai pemanen cahaya (Light harvesting). Secara teoritis efesiensi yang dihasilkan DSSC lebih baik karena zat warna bekerja pada daerah sinar tampak hingga infra merah, pada rentang panjang gelombang (energi) yang lebih lebar, sedangkan semikonduktor hanya dapat berinteraksi dengan sinar ultra violet (UV) yang faktanya sebagian besar sinar UV tidak sampai pada permukaan bumi karena terhalang oleh lapisan ozon (Gratzel, 2001).

Dibanding dengan dua generasi sebelumnya DSSC memiliki banyak keunggulan baik dari segi efesiensi maupun dari segi harga produksi. Dalam waktu penelitian selama sepuluh tahun efesiensi yang dicapai solar cell jenis ini telah menyamai efesiensi yang dicapai solar cell sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan selama dua puluh lima tahun. Dari segi harga produksi, DSSC lebih murah, dengan kemudahan dalam memperoleh bahan baku serta proses fabrikasi yang tidak sulit. Salah satu contoh senyawa kompleks rutenium disajikan pada gambar 2.



Gambar 2. Kompleks Rhutenium dye N3 (cis-RuL2(NCS)2 (Gratzel, 2003)

Selain dapat berfungsi sebagai solar cell itu sendiri yakni energi listrik yang dihasilkan langsung dimanfaatkan, DSSC dapat pula dimanfaatkan sebagai pemecah air dalam proses produksi hidrogen. Energi listrik yang dihasilkan solar cell tidak dapat disimpan langsung dalam bentuk listrik, tetapi dapat disimpan dalam bentuk lain salah satunya dalam bentuk energi kimia seperti hidrogen. Hidrogen merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan bahan bakar, karena memiliki kandungan energi per satuan berat tertinggi diantara berbagai jenis bahan bakar (Bard et al, 1995). Penggunaan hidrogen saat ini cukup pesat perkembangannya dari kendaraan, alat elektronik portabel, hingga alat-alat rumah tangga.

Secara sederhana solar cell terdiri dari persambungan bahan semikinduktor bertipe p dan n (p-n junction semiconductor) yang jika tertimpa sinar matahari maka akan terjadi aliran elektron, aliran elektron ini disebut dengan aliran listrik. Bagian utama perubah energi sinar matahari menjadi listrik adalah absorber (penyerap). Sinar matahari terdiri dari berbagai macam jenis gelombang elektromagnetik, absorber diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin radiasi sinar yang berasal dari cahaya matahari tersebut. Untuk mendapatkan efesiensi solar cell yang tinggi maka foton yang berasal dari sinar matahari harus dapat diserap sebanyak-banyaknya, refleksi dan rekombinasi sinar diperkecil serta memperbesar konduktivitas bahan.

Produksi Hidrogen dari Pemecahan Air

Hidrogen dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi sederhana dua sistem berbeda yakni sistem fotovoltaik yang menghasilkan listrik dan sistem elektrolisis air. Setiap solar cell yang dapat menghasilkan tegangan lebih besar dari 1,5 V dapat digunakan untuk elektorlisis air secara langsung menghasilkan hidrogen dan oksigen (Dimroth et al, 2006).



Gambar 3. Sistem tunggal fotovoltaik dan elektrolisis air

Elektrolisis air pada elektrolit secara teoritis dapat berlangsung pada tegangan 1,23 V, tetapi pada praktiknya reaksi baru dapat berlangsung pada tegangan diatas 1,48 V. Hal ini karena berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi sistem harus dilewati seperti potensial lebih dan hambatan. Secara termodinamika entalpi reaksi elektrolisis air sebesar 285,83 kJ/mol (25 ºC, 1 atm). Nilai tersebut termasuk energi bebas Gibbs sebesar ΔG = 237,1 kJ/mol dan energi panas TΔS = 48,7 kJ/mol yang memberikan kontribusi peningkatan entropi pada proses disosiasi yakni energi yang tidak digunakan untuk kerja (workless energy). Jika diasumsikan bahwa seluruh energi yang dibutuhkan untuk elektrolisis air berasal dari listrik, maka potensial termonetral sebesar 1,48 V (39kWh/kg) harus disuplai untuk setiap atom H. Ketika arus yang digunakan sangat kecil maka harus ada suplai enegi panas TΔS dari lingkungan (Dimroth et al, 2006).

Gabungan Sistem DSSC, Sistem Pemecah Air dan Fuel cell

Hidrogen yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun alat-alat portabel yang menggunakan sistem fuel cell. Selama ini proses produksi hidrogen membutuhkan energi yang cukup besar serta dihasilkan pula limbah yang dapat mencemari lingkungan. Penggunaan tandem device (divais gabungan) yakni sistem solar cell dan sistem elektrolisis air dalam memproduksi hidrogen memberikan banyak keuntungan diantaranya adalah ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya besar selama produksinya (Dimroth et al, 2006). Secara sederhana tandem device dapat digambarkan pada gambar 4.



Gambar 4. Desain konseptual reaktor penghasil hidrogen dengan
menggunakan DSSC sebagai pembangkit listrik

Penggunaan DSSC sebagai pemanen sinar matahari telah memberikan efisiensi konversi lebih dari 10%. Sistem divais gabungan dapat menjadi suatu alternatif produksi hidrogen sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, dengan memanfaatkan DSSC sebagai pembangkit listrik yang digunakan untuk elektrolisis air, menyebabkan ini menjadi solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan energi dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, sehingga kehidupan di bumi menjadi lebih baik dan aman.

Hidrogen yang dihasilkan dari sistem ini dapat langsung diaplikasikan pada fuel cell sebagai sistem tandem. Kendaraan yang menggunakan sistem tandem solar cell dan fuel cell memberikan kemungkinan untuk lebih nyaman dan aman dalam penggunaan, dengan kata lain kendaraan sistem tandem fuel cell dan solar cell membuka peluang untuk menggunakan air sebagai bahan bakar. Hal ini tentunya dapat mengurangi biaya produksi bahan bakar hidrogen di kilang-kilang, karena hidrogen akan diproduksi langsung pada kendaraan dan seketika langsung digunakan sebagai sumber energi, sehingga kecelakaan akibat terbakarnya hidrogen dapat dihindari. Gambar 5 menyajikan skema sederhana sistem tandem fuel cell dan solar cell ini.



Gambar 5. Skema sederhana sistem tandem solar cell dan fuel cell

Sumber Pustaka

Bard et al, 1995, Artificial Photosintesys: Solar Splitting of Water to Hydrogen and Oxigen, Acc Chem Res 28, University of Texas at Austin, Texas

Booth, D., 1993, Understanding Fuel Cells, Alternative Energy Engeenering, 707-923-4336

Dimroth et al, 2006, Hydrogen Production in a PV Concentrator Using III-V Multi Junction solar Cells, 4th World Conference on Photovoltaic Energy Conversion, Hawaii

Gratzel, 2001, Photoelectrochemical cells, insight review articles, Swiss Federal Institute of Technology, Lausanne Switzerland

Gratzel, M., 2003, Dye-Sensitized Solar Cells, Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews, 4 (2003) 145-153

Jacoby, M., 2003, Fuel Cells Move Closer To Market, Chemical and Engeneering, (2003) 32-36

2 komentar: