Proses Pemindai pada STM

STM merupakan mikroskop yang mampu menghasilkan gambar dalam skala atomik sehingga mampu melihat atom dan molekul.

Mekanisme Pembakaran

Pada artikel ini dibahas secara singkat bagaimana pembakaran terjadi pada senyawa organik terutama polimer

Korosi Celah

Korosi celah disebabkan oleh adanya air yang terjebak pada celah sempit antar sambungan atau retakan.

Material karbon

Saat ini nanomaterial karbon seperti CNT dan grafen banyak menarik perhatian karena sifatnya yang unik.

Zeolit

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Polymer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Polymer. Tampilkan semua postingan

Cat yang Dapat Berubah Warna

Bagaimana seandainya cat rumah Anda dapat berubah warna pada kondisi tertentu? Misalkan pada cuaca dingin warna cat menjadi biru. Namun pada cuaca yang panas maka warna cat akan berubah menjadi merah. Kalau misal ada cat yang seperti ini maka tentunya rumah kita lebih tampak menarik.

Apakah perubahan warna cat terlihat aneh? Tapi ini adalah kenyataan. Teknologi cat yang dapat berubah warna berdasarkan kondisi lingkungan memang sesuatu yang masih baru dan akan terus dikembangkan. Kalau begitu apa yang menyebabkan perubahan warna? Tentunya harus ada penjelasan yang masuk akal untuk hal ini. Kalau tidak maka orang-orang yang menyukai hal mistis akan mengkaitkan dengan hal-hal gaib.

Sebenarnya rahasia utama teknologi ini ada pada pigmen atau zat warna yang digunakan. Perubahan warna yang terjadi bukan karena kualitas pigmen rendah sehingga pigmen akan rusak apabila terkena panas atau cahaya. Namun perbedaan warna ini disebabkan oleh perubahan struktur kimiawi pigmen yang dipicu oleh perubahan kondisi lingkungan. Tapi ingat, perubahan ini haruslah bersifat reversible. Artinya warna cat akan kembali seperti semula apabila kondisi kembali ke awalnya. Pada contoh di atas, warna cat rumah akan berubah kembali menjadi biru apabila musim dingin tiba.

Ada tiga jenis pigmen yang biasa digunakan dalam teknologi cat yang dapat berubah warna. Ketiga pigmen tersebut adalah pigmen photochromic, pigmen thermochromic dan pigmen electrochromic. Ketiga pigmen tersebut berbeda dalam hal kondisi lingkungan yang memicu perubahan warna. Pigmen photochromic sensitive terhadap cahaya. Pigmen photochromic akan berubah warna dari transparan menjadi berwarna ketika dikenai cahaya dan akan kembali menjadi transparan ketika cahaya dihalangi atau dihilangkan. Dengan menggabungkannya dengan pigmen lain maka perubahan warna yang terjadi adalah dari satu warna ke warna lainnya. Perubahan ini dapat terus menerus terjadi hingga ribuan kali tergantung pada aplikasi. Selain pada cat atau coating, pigmen ini juga digunakan pada lensa kaca mata, kosmetik dan mainan. Pigmen ini dapat digunakan pada jendela cerdas (smart window) yang dapat mengontrol intensitas dan spektrum cahaya yang masuk ke ruangan sehingga dapat mengontrol temperatur di dalam ruangan.

http://en.wikipedia.org/wiki/Photochromism

Berbeda dengan photochromic yang bekerja oleh pengaruh cahaya, cat dan coating thermochromic bekerja dengan adanya perubahan temperatur. Kalau cahaya dapat mengubah struktur ikatan pigmen, perubahan temperatur hanya dapat mengubah konformasi dari pigmen. Pada pigmen tertentu, perubahan ini juga menyebabkan perubahan warna.


(gambar diambil dari http://www.mutr.co.uk/images/SMARTCOLO.PDF)

Jenis pigmen yang ketiga adalah pigmen electrochromic. Pigmen ini digunakan pada cat yang dapat berubah warna dengan adanya arus listrik. Artinya arus listriklah yang mengubah warna pigmen. Arus listrik menciptakan kristal spesial pada permukaan yang dapat mengubah warna tergantung pada voltasenya. Pigmen ini hanya bekerja pada substrat yang terbuat dari logam karena diperluakan material konduktif untuk menghantarkan arus listrik. Ketika arus listrik dihilangkan dari cat maka warna akan kembali ke asalnya. Teknologi ini dapat menciptakan warna yang berbeda hanya dengan menekan tombol switch yang dihubungkan dengan arus listrik. Teknologi ini telah digunakan pada cat mobil. Apakah kamu ingin mengubah warna mobil kamu seperti mobil milik James Bond 007? Tinggal tekan satu tombol maka dalam mobil akan berubah warna.

Konduktivitas Polianilin

Material apabila dilihat dari konduktivitas listriknya digolongkan menjadi bahan isolator, semikonduktor dan konduktor. Bahan konduktor mudah menghantarkan arus listrik dengan konduktivitas di atas  104 S/cm. Sebagai kebalikan bahan konduktor, bahan isolator sulit menghantarkan arus listrik. Konduktivitasnya berada di bawah 10-8 S/cm. Bahan semikonduktor mempunyai konduktivitas di antara konduktor dan isolator. Nilai konduktivitasnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur. Pada temperatur tinggi, bahan semikonduktor dapat berubah menjadi bahan konduktor.

Polimer sebagai salah satu material yang banyak digunakan, juga mempunyai sifat yang bervariasi dari isolator hingga konduktor tergantung komposisi atom dan jenis ikatannya. Polimer dengan rangka yang mengandung ikatan π terkonjugasi memiliki sifat listrik yang unik karena kemampuannya untuk mentransfer muatan disepanjang rantai. Salah satu contoh polimer terkonjugasi adalah polianilin. Polianilin memiliki beberapa bentuk. Salah satunya dan merupakan bentuk yang paling stabil adalah emeraldin. Emeraldin atau basa emeraldin, berbentuk serbuk halus berwarna biru tua yang memiliki struktur sebagai berikut:

Menurut Stejskal dkk (2001), Emeraldin memiliki konduktivitas 10-7 S/cm. Tingkat konduktivitas listrik emeraldin dapat ditingkatkan dengan melakukan penambahan dopan. Pereaksian emeraldin dengan HBr menyebabkan gugus –N= terprotonasi menjadi (–NH=)+Br-. Perubahan ini menyebabkan konduktivitas  listrik emeraldin naik menjadi 5 S/cm (Pinto, 1996). Stejskal dan Gilbert (2002) juga telah mempreparasi basa emeraldin dengan HCl menghasilkan suatu emeraldin terprotonasi HCl (garam emeraldin) dengan konduktivitas 4,4 ± 1,7 S/m. Reaksi emeraldin dengan HCl menghasilkan serbuk berwarna hijau tua.

Polimer konduktif polianilin jika ditinjau konduktivitas listriknya termasuk dalam bahan semikonduktor, dimana  konduktivitasnya berkisar antara 10-9 sampai 102 S/cm. Konduktivitas polianilin tergantung pada temperatur. Konduktivitasnya akan meningkat dengan meningkatnya temperatur. Sebaliknya, konduktivitasnya akan menurun dengan menurunnya temperatur.

Polianilin termasuk polimer yang sangat sensitif terhadap kelembaban udara disekitarnya yang kemudian akan berpengaruh pada sifat listik polianilin. Dengan meningkatnya kelembaban udara, maka molekul-molekul polar air akan diabsorbsi oleh bahan polimer polianilin. Hal ini akan berpengaruh pada penurunan potensial barrier. Akibatnya resistansi pada bahan polimer polianilin akan mengalami penurunan.

Keberadaan air pada polimer polianilin ini menyebabkan delokalisasi muatan. Delokalisasi muatan terjadi dengan adanya pelarutan anion dopan. Bentuk oligomer pada polianilin juga berpengaruh pada delokalisasi muatan dimana terjadi interaksi yang kuat antara oligomer dan molekul polar air yang mengakibatkan muatan elektron berdelokalisasi sepanjang rantai polimer.

Mengenal Membran

Membran adalah lapis tipis, mempunyai stuktur planar dan merupakan material yang memisahkan dua lingkungan. Karena membran terletak diantara dua lingkungan atau dua fasa dan mempunyai volume yang terbatas, maka membran lebih layak disebut sebagai interphase daripada interface. Membran secara selektif mengontrol transport massa antara dua fasa atau lingkungan. Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi membran biologi dan membran sintetik.

Membran Biologi merupakan membran yang terbentuk secara alami dan dapat ditemukan pada makhluk hidup. Sebagai contoh adalah membran sel dan membran intraseluler, serta membran mucous. Sedangkan membran sintetik adalah membran yang dibuat oleh manusia dengan tujuan tertentu. Membran sintetik banyak digunakan pada proses osmosis terbalik (reverse osmosis), filtrasi (mikrofiltrasi ataupun ultrafiltrasi), pervorasi, dialisis, elektrodialisis, membran emulsi liquid (Emulsion Liquid Membranes), ekstraksi pelarut, reaktor, dan pada pemisahan gas.

Membran sintetik merupakan membran yang dibuat dengan tujuan untuk proses pemisahan di laboratorium dan industri. Bagian yang aktif, yang hanya membolehkan transport material tertentu, biasanya tersusun atas polimer atau keramik, dan sedikit diantaranya berupa gelas atau logam. Suatu membran dapat mengandung bagian tambahan seperti pendukung mekanik, pengering, patch, dll.

Driving force dari transport material ditentukan oleh konsentrasi, tekanan, gradien elektrik atau gradien kimia sepanjang membran. Membran dapat dibuat dalam bentuk lembar datar, tabung, fiber kapiler dan fiber berlubang (hollow fiber). Sistem membran dapat berupa pelat dan kerangka, spiral wound module, hollow fibre module, serta tube-in-shell module.

Membran dapat membentuk suatu polymeric interphases yang secara selektif hanya mengijinkan spesies kimia tertentu untuk melewatinya. Ada beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan pada fungsi ini. Difusi Knudsen atau difusi larutan merupakan mekanisme yang menonjol. Membran polimerik sangat penting pada proses pemisahan gas, misalnya pemisahan oksigen dan nitrogen, penghilangan senyawa organik, dan pemurnian gas alam.

Membran biologi atau biomembran adalah membran yang berfungsi sebagai pelindung sel. Sering kali berupa lipid bilayer (kecuali pada Archea yang mana mempunyai membran isoprena), yang tersusun atas lapisan ganda dari kelas molekul lipid, khususnya fosfolipid, kadang jalinan protein, beberapa diantaranya berfungsi sebagai saluran. Membran melingkupi suatu ruang tertutup atau kompartemen yang bagian dalamnya dapat tersusun atas lingkungan kimia atau biokimia yang berbeda dengan  lingkungan luarnya. Sebagai contoh, membran disekitar peroksisom melindungi sel dari peroksida dan membran plasma memisahkan sel dari lingkungan medium di sekitarnya. Kebanyakan organel mempunyai sistem membran dan disebut sebagai organel terbungkus membran.

Banyak biomembran yang tercirikan oleh adalah struktur selektif permeabel. Artinya, ukuran, muatan dan sifat kimia lain dari atom dan molekul yang mencoba untuk melewati membran menentukan keberhasilannya. Selektif permeabel sangat diperlukan untuk pemisahan efektif dari sel atau organel dari lingkungan sekitarnya. Jika partikel terlalu besar maka tidak dapat menembus membran, akan tetapi partikel tersebut diperlukan oleh sel maka partikel tersebut dapat melewati suatu protein channel yang disebut sebagai endositosis.

Polimer Termoplastik dan Termoset

Respon polimer terhadap gaya mekanik pada peningkatan temperatur tergantung pada struktur molekul yang dominan pada polimer. Perbedaan perilaku polimer ini menjadi salah satu dasar klasifikasinya. Dikenal ada dua jenis polimer, yaitu Termoplastik (polimer termoplastik) dan termoset (polimer termoset).

Termoplastik melunak ketika dipanaskan dan mengeras ketika didinginkan. Proses ini terjadi secara reversible dan dapat diulang. Pada level molekular, ketika temperatur ditingkatkan, gaya ikatan sekunder hilang (dengan adanya peningkatan gerakan molekular) sehingga gerakan relatif rantai yang berdekatan menjadi meningkat. Sebaliknya apabila temperatur diturunkan, akan terbentuk ikatan kembali dan polimer akan mengeras. Degradasi irreversible hanya dihasilkan ketika temperaturnya sangat tinggi.

Temoplastik relatif lunak. Banyak polimer linear dan yang mempunyai beberapa struktur bercabang dengan rantai fleksibel merupakan termoplastik. Material ini dibuat dengan aplikasi panas dan tekanan secara simultan. Kebanyakan polimer adalah termoplastik. Sebagai contoh adalah polyethylene, polystyrene, poly(ethylene terephthalate), dan poly(vinyl chloride).

Polimer thermosetting adalah polimer network. Mereka menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan. Polimer network mempunyai crosslink kovalen di antara rantai polimer yang berdekatan. Selama pemanasan, ikatan ini mengikat rantai polimer menjadi satu untuk menahan gerakan vibrasi dan rotasi rantai pada temperature tinggi. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa material tidak melunak ketika dipanaskan. Crosslink biasanya dominan, 10 hingga 50% unit pengulanang rantai mengalami crosslink.

Hanya pemanasan yang berlebih yang akan menyebabkan beberapa ikatan crosslink dan polimer itu sendiri mengalami degradasi. Polimer termoset biasanya lebih keras dan kuat daripada termoplastik dan mempunyai stabilitas dimensional yang lebih baik. Kebanyakan polimer crosslink dan network termasuk vulcanized rubbers, epoxies, dan phenolics and beberapa resin polyester adalah termosetting.

Plastik Biodegradable

Go Green!!!

Dewasa ini kita sering mendengar kalimat itu. Bahkan kalimat itu telah dijadikan salah satu semboyan kampanye salah satu calon bupati di Jawa Barat. Program Go Green calon bupati ini diwujudkan dengan bagi-bagi kantong belanja nonplastik di salah satu pusat pembelanjaan terkemuka.

Go Green sebenarnya adalah upaya untuk kembali memanfaatkan bahan-bahan dari alam dan mengurangi penggunaan bahan-bahan sintetik yang membahayakan lingkungan. Salah satu bahan sintetik tersebut adalah plastik. Sampah plastik menimbulkan masalah serius karena tidak mudah terurai atau terdegradasi di lingkungan. Akibatnya sampah tersebut dapat mencemari air dan tanah.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi bahaya sampah plastik. Diantaranya adalah dengan melakukan recycling, recovery, reuse dan reduce. Recycling atau daur ulang dilakukan dengan mengolah kembali sampah plastik menjadi plastik baru yang kemudian dapat digunakan kembali. Metode ini banyak digunakan untuk botol-botol plastik minuman. Recovery dilakukan dengan menggunakan plastik sebagai bahan bakar sehingga energinya dapat termanfaatkan. Reuse dilakukan dengan menggunakan kembali plastik-plastik sebelum benar-benar rusak dan dibuang. Reduce merupakan metode pengurangan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan tas belanja non-plastik.

Masalahnya adalah kehidupan kita benar-benar sudah tergantung oleh plastik. Di sekitar kita pasti ditemukan bahan-bahan yang terbuat dari plastik. Mulai dari pembungkus makanan dan minuman, alat-alat kebututan kantor, meja, kursi dan sebagainya. Metode yang masih relatif baru untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan oleh plastik adalah dengan memproduksi plastik biodegradable, yaitu plastik yang dapat terurai di lingkungan.

Terdapat dua jenis utama plastik biodegradabel di pasaran, yaitu hydro-biodegradable plastic (HBP) dan oxo-biodegradable plastic (OBP). Seperti namanya, HBP akan mengalami degradasi oleh adanya reaksi hidrolisis sedangkan OBP dapat mengalami degradasi karena reaksi oksidasi. Degradasi ini akan memecah polimer plastik menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana.

OBP dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil senyawa logam transisi tertentu (biasanya besi, mangan, kobalt atau nikel) pada plastik jenis poliolefin seperti polyethylene (PE), polypropylene (PP) dan polystyrene (PS). Aditif ini bertindak sebagai katalis. Katalis ini akan mempercepat reaksi degradasi oksidatif hingga beberapa kali lipat. Produk degradasi oksidatif terkatalisis dari poliolefin persis sama dengan hasil degradasi poliolefin konvensional.

HBP cenderung terdegradasi dan terbiodegradasi agak lebih cepat dari OBP, tetapi HBP membutuhkan unit pengolahan khusus. Hasil akhir degradasi OBP dan HPB adalah sama, keduanya dikonversi menjadi karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan biomassa. Namun pada kondisi anaerob, HBP menghasilkan gas metan. Gas metan ini tidak dihasilkan pada degradasi OBP. OBP umumnya lebih murah, memiliki sifat fisik yang lebih baik dan dapat dibuat dengan peralatan pengolahan plastik kovensional.

Poliester memainkan peran dominan dalam HBP karena sifat ester yang dapat terhidrolisis. OBP dapat dibuat dari hasil pertanian seperti jagung, gandum, tebu, atau bahan bakar fosil (petroleum-based), atau gabungan dari keduanya. Beberapa polimer yang sering digunakan adalah PHA (polyhydroxyalkanoates), PHBV (polyhydroxybutyrate-valerate), PLA (asam polylactic), PCL (polycaprolactone), PVA (polyvinyl alcohol), PET (polyethylene terephthalate).

Di Indonesia sendiri sedang dikembangkan plastik biodegradable dari pati.. Pati merupakan biopolimer karbohidrat alami yang dapat terdegradasi secara mudah di alam. Namun sayangnya pati memiliki keterbatasan terkait kelarutan dalam air sehingga mudah rusak. Tidaklah lucu kiranya ketika plastik yang kita gunakan akan bocor bila terkena air.

Untuk menutupi kelemahan ini, maka pati dapat dicampur dengan biopolimer lain yang bersifat hidrofobik sehingga dapat tahan air. Salah satu biopolimer hidrofobik yang direkomendasikan adalah kitosan.  Kitosan diperoleh dari limbah cangkang udang dan crustacea lainnya. Selain tidak larut di dalam air, kitosan juga bersifat tidak toksik, mudah terdegradasi dan bersifat polielektronik.

Pada dasarnya plastik biodegradable adalah plastik yang lebih mudah terurai oleh mikroorganisme daripada plastik konvensional. Plastik biodegradable dapat dibuat dengan penambahan aditif seperti ion logam transisi plastik konvensional. Selain itu plastik biodegradable juga dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan dasar alam hasil pertanian yang dapat dengan mudah terurai oleh bakteri seperti pati.

Mengapa coating mengalami kegagalan?

Seperti dijelaskan pada ulasan sebelumnya bahwa cat atau coating digunakan untuk melindung lapisan di bawahnya agar tahan aus dan korosi. Selain itu juga digunakan untuk mempercantik penampilan. Namun bagaimana jika ternyata coating tersebut mengalami kegagalan dalam menutupi permukaan. Seperti terlihat pada gambar, alih-alih mobil kesayangan kita tampil cantik namun justru terlihat seperti barang rongsokan karena adanya pengelupasan cat di sana-sini. Selain itu struktur menjadi tidak terlindungi lagi dari korosi. Hal ini sangat terlihat ketika kendaraan kita kena gores maka bagian yang tergores itu dalam hitungan hari akan timbul karat.



Sebenarnya apakah yang menyebabkan kegagalan coating tersebut? Untuk mengalami kegagalan coating harus mengalami stress. Ada berbagai penyebab timbulnya gaya stress ini, antara lain gaya fisik yang menyebabkan strain dan deformasi, serangan zat kimia, degradasi oleh sinar UV dan kecenderungan sistem tertutup untuk mencapai kondisi keseimbangan.

Mechanical Stress
Stress mekanik merupakan penyebab utama kegagalan coating apabila formulasi coating, persiapan permukaan dan proses pengecatan telah dilakukan dengan baik. Stress oleh gaya fisik dapat terkena pada coating dengan berbagai cara. Antara lain karena adanya kontraksi/ekspansi karena perubahan suhu atau kelembababan, vibrasi substrat karena dekat dengan mesin, impact oleh benda lain dan sebagainya.

Internal stress
Ketika coating mengalami curing, mereka mengalami penyusutan (shrinkage). Penyusutan ini terjadi karena adanya penguapan solven dan/atau pembentukan cross linking polimer. Apabila dilihat salam skala atomik, maka jarak antar atom setelah cross linking menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Faktor perubahan jarak atom inilah yang menyebabkan polimer mengalami penyusutan dalam usaha untuk menurunkan energi internal.

Pada tahap awal evaporasi solven dan/atau cross linking, temperatur transisi gelas (Tg) polimer berada di bawah temperatur kamar sehingga pada temperatur kamar ini rantai polimer mempunyai cukup mobilitas untuk mengalami penyusutan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, nilai Tg akan semakin besar sehingga rantai polimer akan mengalami penurunan mobilitas. Akibatnya muncul stress internal dari ketidakmampuan coating untuk mengalami penyusutan selanjutnya. Jadi bukan penyusutan yang menyebabkan stress, namun justru karena tidak mampu mengalami penyusutan lagi maka coating mengalami stress.

Contoh kasus adalah ketika coating epoxy thermosetting dilapiskan ke aluminum foil. Ketika epoxy mengalami curing maka aluminum foil akan tergulung. Hal ini terjadi karena gaya relaksasi epoxy terhadap internal stress ditransfer ke aluminum yang tidak cukup kuat untuk menahannya. Jika aluminum foil diganti dengan substrat yang lebih kuat dan tebal seperti baja struktural maka baja tersebut tidak mengalami deformasi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, apabila adhesi coating-substrat cukup kuat dan kohesi antar molekul coating rendah maka akan timbul crack. Kedua, jika baik adhesi maupun kohesi kuat maka stress permanen akan tersimpan di dalam coating. Adanya tambahan stress dari luar seperti flexing dan freeze/thaw akan menyebabkan kegagalan. Ketiga, apabila adhesi lemah dan kohesi kuat maka akan terjadi delaminasi.

Internal stress juga menyebabkan kegagalan jika substratnya adalah coating lain seperti coating primer. Jika coating primer keras dan kuat maka peristiwa yang terjadi seperti pada baja. Namun jika coating primer mempunyai gaya kohesi yang rendah (mungkin karena pigmentasi berlebih) maka akan terjadi splitting kohesif. Disini yang terjadi adalah gaya penyusutan topcoating menyebabkan stress pada lapisan coating primer.


Serangan kimia
Pada awal tulisan ini telah disinggung bahwa coating akan mengalami kegagalan jika coating tersebut mengalami stress. Namun penyebab stress ini tidak hanya dari gaya fisik mekanik yang dapat menyebabkan deformasi. Semua hal yang dapat menyerang atau mendegradasi integritas coating juga dapat disebut stress. Degradasai kimia termasuk dalam jenis stress ini.

Coating yang mengandung ikatan tunggal karbon-karbon atau eter (C-O-C) relatif stabil terhadap serangan kimia. Binder yang mempunyai gugus alkohol, asam karboksilat, ester, amina dan amida serta ikatan ganda karbon-karbon akan lebih mudah terserang oleh bahan kimia agresif seperti asam, basa dan oksidator.

Kegagalan yang umum terjadi adalah pada coating alkyd yang terekspos alkali dan kelembaban. Alkyd adalah oil-modified polyesters dimana jaringan polyester tidak sangat stabil pada kondisi alkalin lembab. Pada kondisi ini polyester dapat mengalami hidrolisis berupa pemutusan ikatan karbon-oksigen. Reaksi ini disebut saponifikasi dan menghasilkan asam karboksilat dan alkohol. Namun karena berada pada lingkungn alkalin, maka asam berubah menjadi garam dan akan larut dalam air. Hal inilah alasan mengapa alkyd seharusnya tidak digunakan pada substrat alkalin seperti beton.

Weathering Stress
Unsur-unsur cuaca sederhana seperti panas, cahaya dan kelembaban dapat bersifat destruktif terhadap coating. Namun di antara unsur-unsur cuaca tersebut, sumber utama penyebab degradasi coating adalah radiasi UV energetik dari sinar matahari. Radiasi UV ini menyebabkan pemutusan rantai dan kemudian membentuk radikal bebas yang menginisiasi perusakan cross linking polimer. Kejadian ini menyebabkan perubahan-perubahan fisik coating, biasanya ke arah yang lebih buruk.

Dua tipe coating yang menunjukkan absorpsi sognifikan pada sinar UV dengan panjang gelombang 280 nm ke bawah adalah urethanes and epoxies. Sinar matahari dapat secara langsung memutuskan ikatan pada coating ini. Coating urethane yang terbuat dari prekursor aromatik akan berubah menjadi kekuningan di bawah sinar matahari, sementara coating epoxy memudar secara cepat.

Masalah ini dapat dihadapi pada polimer yang memiliki ikatan ganda karbon - karbon terkonjugasi. Ikatan ganda ini dapat menstabilkan radikal bebas sehingga reaksi propagasi perusakan polimer dapat dicegah.

Walaupun banyak polimer tidak menyerap radiasi UV pada panjang gelombang di bawah 280 nm sehingga tidak rusak oleh cahaya matahari, namun banyak coating menggunakan resin yang mengandung sejumlah kecil impuriti keton dan peroksida. Imputiti ini dapat menyerap sinar matahari membentuk radikal bebas dan kemudian menginisiasi proses fotooksidasi.

Osmotic Blistering
Secara umum garam anorganik, asam dan basa susah menembus coating karena ukuran fisik mereka dan fakta bahwa sifatnya yang ionik menyebabkan tidak kompatibel dengan polimer organik penyusun coating. Tentu saja situasi ini dapat berubah jika zat kimia ini dapat bereaksi dengan coating atau jika terdapat cacat fisik seperti pinholes.

Air merupakan molekul kecil dapat mengalami permeasi melalui coating dengan kecepatan yang berbeda pada tiap coating. Di bawah kondisi normal, hal ini tidak menyebabkan kegagalan prematur coating. Akan tetapi jika ada zat yang dapat larut di dalam air di antara coating dan substrat coating atau di dalam coating primer maka situasi ini dapat berubah secara dramatis. Air akan mengalami permeasi ke dalam coating dan kontak dengan spesies dan kemudian melarutkannya. Jika zat ini juga ada di permukaan luar coating maka sel osmosis terjadi.

Sel osmosis tersusun atas membran semipermeabel (dalam hal ini adalah coating) yang memisahkan larutan konsentrasi tinggi dengan konsentrasi rendah. Karena ada perbedaan potensial kimia maka akan lebih banyak air yang mengalami permeasi ke dalam coating. Konsekuensinya adalah terbentuk blister yang terisi air. Blister ini umum terjadi dan disebut blister osmotik.

Seringkali dikatakan bahwa pada blistering osmotik, air di dorong ke dalam coating oleh tekanan osmotik. Pernyataan ini tidaklah benar. Kalo benar-benar ada tekanan dari luar maka tekanan ini justru akan membuat coating melekat pada substrat. Air tidak akumulasi karena didorong oleh tekanan, namun air terakumulasi di daerah antara coating dan substrat untuk mengelimiasi gradien konsentrasi.

Salah satu spesies yang dapat menyebabkan blister ini adalah garam. Ada berbagai cara garam dapat menempel pada baja atau substrat lain. Pada lingkungan laut, penempelan garam dapat terjadi baik melalui kontak langsung dengan air garam atau melalui angin yang sarat akan garam. Pada lingkungan daratan, garam dapat berasal dari garam jalan yang menempel pada baja selama transportasi. Selain itu juga baja dapat terkontaminasi oleh garam akibat blast cleaning dengan abrasive yang memiliki kandungan garam tinggi. Garam tersebut bisa berasal secara alami sebagai akibat dari produksi abrasif atau bisa hasil dari kontaminasi abrasif daur ulang.

Selain garam, spesies kimia yang bertanggung jawab untuk blistering osmosis adalah solven yang dapat larut atau sebagian larut di dalam air. Solven ini dapat merupakan bagian dari formulasi coating atau dari thinner yang ditambahkan ke coating untuk meningkatkan sifat aplikatif.

Electroendosmotic Blistering
Pada tahun 1940-an, Kittleberger dan Elm mengalami bahwa blister pada panel yang telah dicat yang direndam dalam air laut hanya akan ada setelah daerah lain di panel mulai terkorosi. Setelah dilakukan pengujian maka disimpulkan bahwa blister ini terjadi karena electroendosmosis.

Gradien potensial listrik (yang terkait dengan korosi yang diamati oleh Kittleberger dan Elm) menyebabkan ion untuk bermigrasi melalui coating. Ion-ion memiliki apa yang disebut sebagai selubung hidrasi. Selubung hidrasi pada dasarnya merupakan beberapa molekul air yang menempel dan mengelilingi ion. Sementara ion bermigrasi melalui lapisan semipermeabel bawah pengaruh gradien potensial, maka air akan bergerak bersama mereka.

Formulasi Coating

Tentunya kita sering melihat benda-benda di sekitar kita dilapisi oleh cat atau coating mulai dari jembatan, tangki air, mobil, pesawat, baja struktural, kapal, kayu, mebel, blok beton, peralatan listrik, dinding, kaleng pembungkus makanan, dan sebagainya. Coating tersebut selain digunakan untuk menambah nilai estetika, juga untuk melindungi material dari korosi, panas, aus, dan sebagainya sehingga menambah umur layanan material tersebut.



Namun taukah anda bahwa untuk tiap-tiap jenis material membutuhkan coating yang berbeda? Karena itu tahapan pertama yang sangat penting dalam penentuan formulasi coating adalah mengetahui coating itu akan digunakan untuk apa. Ini adalah pertanyaan yang sangat penting mengingat setiap coating bersifat spesifik. Sebagai contoh adalah coating primer seperti ethyl silicate-zinc-rich yang dapat memberikan ketahanan korosi pada baja struktural ternyata akan mengalami failure untuk backyard deck.

Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating adalah komposisi dari coating itu sendiri. Umumnya coating mengandung empat bahan dasar, yaitu binder, pigmen, solven dan aditif. Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi.

Binder
Binder berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat. Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin alam, epoxy dan urethane.

Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven. Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastic atau non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting.

Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat menentukan viskositas coating. Coating harus mempunyai viskositas cukup rendah untuk bisa digunakan dengan peralatan pengecatan sederhana (brush, roller atau spray) serta memiliki viskositas cukup tinggi sehingga tidak menetes.

Faktor utama yang menentukan viskositas binder adalah berat molekularnya. Polimer yang mempunyai berat molekul tinggi akan lebih viskous daripada BM rendah. Ada dua cara untuk mengontrol viskositas suatu coating, yaitu dengan memvariasi berat molekul binder atau dengan menambahkan sejumlah solven.

Pigmen
Pigmen merupakan pemberi warna dari coating. Selain berfungsi dalam hal estetika, pigmen juga mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating itu sendiri.

Pigmen dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi oksida. TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan, biasanya untuk coating eksterior. TiO2 mempunyai indeks reflaksi yang tinggi dan stabil terhadap sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat mendegradasi binder coating. Besi oksida merupakan pigmen merah yang digunakan untuk coating primer ataupun topcoat. Terdapat juga extender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh terhadap warna dan ketahanan korosi namun banyak mempengaruhi sifat-sifat coating seperti densitas, aliran, hardness dan permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan barium sulfat (barytes).

Solven
Kebanyakan coating memerlukan solven untuk melarutkan binder dan memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam penentuan solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan komponen coating yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan melarutkan senyawa yang polar juga.

Selain itu laju penguapan solven juga perlu diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidak cocokan dalam pemilihan solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating tidak cukup waktu untuk membentuk lapisan halus dan kontinu.

Aditif
Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating. Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah surfaktan, anti-settling agent, coalescing agents, anti-skinning agents, catalysts, defoamers, ultraviolet light absorbers, dispersing agents, preservatives, driers dan plasticizers.


Konsep Formulasi:
Setelah menentukan komponen-komponen untuk coating, maka mereka harus disatukan dalam jumlah yang sesuai. Berikut ini adalah parameter-parameter yang penting untuk formulasi coating.

1. Rasio pigmen/binder
Merupakan perbandingan berat pigmen terhadap berat binder. Topcoat biasanya memiliki P/B 1,0 atau kurang sedangkan primer coating mempunyai O/B 2-4. Coating gloss biasanya mempunyai P/B yang lebih rendah daripada coating flat.

2. Konsentrasi volume pigmen (PVC)
Pigmen volume concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis coating dapat memiliki nilai P/B yang sama namun sangat berbeda nilai PVCnya. Secara sederhana hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan pigmen dengan densitas yang berbeda.

Nilai PVC dimana terdapat jumlah binder yang tepat untuk menghasilkan lapisan tipis permukaan secara sempurna untuk setiap partikel dari pigmen merupakan nilai PVC kritis (CPVC). Di atas nilai CPVC, tidak ada cukup binder untuk membasahi semua pigmen. Sedangkan di bawah nilai cPVC, terdapat kelebihan binder.

Beberapa sifat coating dapat secara signifikan dipengaruhi oleh variasi formulasi PVC. Ketahanan abrasi dan kekuatan tarik terbaik biasanya terjadi apabila formulasi coating berada di bawah nilai CPVC dan secara cepat akan menurun ketika mendekati nilai CPVC. Pada formulasi di bawah CPVC, permeabilitas coating biasanya rendah dan secara cepat akan meningkat ketika CPVC dilewati. Karena adanya kerusakan sejumlah sifat-sifat fisik, kebanyakan coating eksterior kinerja tinggi seharusnya diformulasikan di atas CPVC.

3. Densitas, berat solid dan volume solid
Densitas, berat solid dan volume solid serta %binder dan %pigmen seringkali disebut sebagai konstanta fisik dari coating. Densitas biasanya dinyatakan dalam satuan pound per gallon. Berat solid coating biasanya dalam bentuk %non volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total coating. Volume solid adalah %volume material non-volatil. Volume solid menentukan berapa luas are yang dapat dicoating. Kemudian %binder dan %pigmen merupakan persentase binder dan pigmen dalam coating.

Seorang formulator harus mengetahui kuantitas ini dan bagaimana untuk mengukurnya. Densitas coating diukur menggunakan pyncnometer. Berat padatan dapat dihitung dari formula coating atau ditentukan dengan menentukan berat material nonvolatil yang tetap ada setelah coating dievaporasi di dalam oven.

Fire Retardant pada Polimer

Sekarang ini bahan polimer telah digunakan secara luas menggantikan bahan logam di kehidupan kita sehari-hari karena bahan polimer lebih murah dan ringan. Namun bahan polimer mempunyai satu kelemahan besar yaitu sangat mudah terbakar. Untuk mengurangi sifat dapat terbakar (flammable), pemahaman yang baik tentang mekanisme pembakaran polimer diperlukan.

Ada empat tahap utama yang terlibat dalam pirolisis dan pembakaran polimer. Proses pembakaran bahan polimer biasanya dimulai dengan pemanasan pada suhu di mana mulai terjadi degradasi termal; tahap pertama ini disebut sebagai tahapan pengapian (ignition step). Pada tahap kedua, atau tahap pirolisis, polimer yang terdegradasi melepaskan molekul-molekul kecil yang mudah terbakar. Pada tahap ketiga, disebut sebagai langkah pembakaran, molekul-molekul kecil yang dihasilkan pada langkah sebelumnya bergabung dengan oksigen dan terbakar, menghasilkan asap dan panas. Panas yang dihasilkan pada langkah ketiga sebagian kembali ke polimer (feedback step) dan siklus terus terjadi hingga seluruh polimer terbakar. Dengan memperlambat salah satu dari tahapan-tahapan tersebut akan menurunkan sifat flamabilitasnya.

Penurunan sifat flamabilitas dari polimer dapat melalui penambahan senyawa tahan api (fire retardant). Fire retardant bekerja dengan cara mendinginkan, membentuk lapisan protektif atau melalui pelepasan air dan atau CO2. Fire retardant yang biasa digunakan adalah hidroksida logam, senyawa posporus, senyawa yang mengandung halogen dan clay.

Metal hydroxides
Filler anorganik menghambat pembakaran polimer dengan membuang panas dari polimer dan mengurangi suhu api. Contohnya adalah aluminium oksida hidrat, Al2O3.3H2O dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2. Senyawa ini di dalam nyala api akan mengalami dekomposisi secara endotermik (menyerap panas), dan melepaskan sejumlah besar uap air ke permukaan polimer. Air akan melarutkan gas yang mudah terbakar. Salah satu kelemahan dari bahan-bahan tersebut adalah bahwa kadar yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan sistem tahan api yang baik. Akibatnya sifat mekanik polimer akan menurun.

Phosphorus-containing fire retardants
Banyak retardants api tipe ini yang dikonversi menjadi asam fosfat, yang akan mengeringkan polimer yang berada dalam kondisi terbakar dan membentuk char. Sebagai contoh fosfor oxynitride dan phospham pada 10-20% wt yang ditambahkan ke poli (butylene terephthalate) memberikan peningkatan indeks oksigen dari 22 menjadi 29. Oxynitride fosfor juga ditemukan sebagai pembentuk char. Pembentukan char mempengaruhi sifat tahan api bahan polimer karena bertindak sebagai penghalang yang akan memperlambat transfer panas, mencegah masuknya oksigen ke dalam polimer dan juga mencegah degradasi polimer. Senyawa yang meningkatkan pembentukan char, seperti oxynitride fosfor dan phospham, atau alkohol polifungsional, tepung dan turunan glukosa, telah menunjukkan sifat tahan api pada komposit polimer. Dalam beberapa kasus, fire retardant yang mengandung fosfor dapat berfungsi pada fase uap dengan menghasilkan radikal yang dapat memadamkan api.

Halogenated fire retardants
Untuk memahami mekanisme pemadaman api oleh senyawa terhalogenasi, maka harus diketahui dua reaksi berikut yang terjadi ketika polimer dengan fire retardant dibakar:
(1) RX --> R' + X" dimana X adalah CI atau Br
(2) X' + RH --> R' + HX
Pada dua reaksi di atas, RX adalah halogenated fire retardant dan RH adalah polymer. Dalam kondisi kebakaran, halogenated fire retardant akan menghasilkan radikal halogen dan halogen akan bereaksi dengan polimer untuk membentuk radikal baru dan HX. HX akan memadamkan api dengan bereaksi dengan hidroksil atau hidrogen yang dihasilkan selama dekomposisi polimer. Walaupun material ini dapat memberikan fire retardant yang baik pada loading rendah

Polimer-Clay Nanokomposit

Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya.

Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube.

Material clay merupakan material yang paling banyak menarik perhatian karena sifatnya yang kuat, kaku, melimpah di alam, murah serta kemampuannya yang tinggi dalam menginterkalasikan partikel ke dalam strukturnya. Kemampuan interkalasi ini karena muatan layer yang kecil (x=0,2-0,6) sehingga kation dalam ruang antarlapis dapat ditukar. Berbeda dengan material komposit polimer biasa, polimer-clay nanokomposit terbentuk jika polimer dapat terinterkalasi ke dalam galeri mineral clay sehingga sifat polimer yang terbentuk berbeda dengan sifat mikropartikelnya.

Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik. Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay.

Pencampuran mineral clay dengan polimer dapat membentuk tiga jenis nanostruktur komposit tergantung pada kondisi reaksi. Pertama adalah struktur terinterkalasi dimana monolayer rantai polimer terinterkalasi dalam clay membentuk struktur multilayer clay-polimer. Kedua adalah struktur tereksfoliasi dimana lapisan clay terdispersi seragam dalam matriks polimer. Ketiga adalah struktur klaster dimana terjadi eksfoliasi parsial.

Polimer-clay nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan material nanoclay berlapis pada matriks polimer. Nanoclay mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat berinteraksi secara efektif dengan matriks polimer pada konsentrasi rendah (5-8%). Akibatnya, polimer nanoclay menunjukkan peningkatan pada modulus, stabilitas termal, dan sifat barrier tanpa peningkatan berat jenis dan kehilangan sifat optik.

Terdapat berbagai proses untuk membentuk nanokomposit clay-poilmer, yaitu polimerisasi in situ, eksfoliasi larutan, dan interkalasi lelehan. Pada polimerisasi in situ, monomer diinterkalasikan ke dalam galeri clay kemudian dipolimerisasi menggunakan panas, radiasi, inisiator atau katalis. Pada eksfoliasi larutan, clay dieksfoliasi menjadi platelet tunggal menggunakan pelarut yang juga dapat melarutkan polimer. Polimer kemudian dicampur ke dalam suspensi clay dan teradsopsi pada platelet. Pelarut tersebut kemudian dievaporasi. Pada interkalasi lelehan, clay dicampur secara langsung ke dalam matriks polimer dalam keadaan meleleh.